Rabu, 08 Januari 2014

Yang Terputus Dan Terhempas



Al-Quran adalah kalamullah. Mustahil bagi manusia membuat yang serupa. Al-Quran adalah tali Allah yang kuat. Barangsiapa yang berpegang teguh kepadanya niscaya selamat. Sebaliknya, yang berpaling akan binasa. Segala tali selainnya mudah putus, dan segala jalan selainnya buntu. Al-Quran adalah taman para ulama dan kebun orang-orang arif dalam kehidupan mereka.
Naasnya, diantara manusia banyak yang salah dalam memperlakukan mukjizat terbesar ini. Beragam dan bertingkat kekeliruan manusia terhadapnya, seperti itu pula ketersesatan dan kerusakannya.
Bagaimana Bisa Menolaknya
Sebagian manusia tidak yakin bahwa al-Quran diturunkan Allah. Disangkanya al-Quran itu karangan Muhammad saw saja yang tak mutlak kebenarannya. Mereka mengekor perkataan misionaris Nasrani, John Takly, “Al-Quran bukanlah sesuatu yang baru. Sedangkan yang baru di dalam Islam juga bukan sesuatu yang benar.”
Padahal, bagaimana mereka mengingkari al-Quran, sementara tak satu pun celah yang bisa di gunakan untuk membantahnya. Allah swt berfirman, “Tidaklah mungkin al-Quran ini dibuat oleh selain Allah, akan tetapi (al-Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Rabb semesta alam.” (Q.S. Yunus : 37)
Enggan dari Pintu Pertama
Membaca adalah pintu untuk memahami.Maka para salaf menjadikan membaca al-Quran sebagai kebiasaan hariannya. Dalam Minhajul Qashidin disebutkan, Utsman bin Affan pernah membaca Al-Quran (seluruhnya) dalam satu rakaat witirnya, sedangkan Imam asy-Syafii pernah mengkhatamkannya sebanyak enam puluh kali pada bulan Ramadhan. Ibnu Abba berkata , “Barang siapa waktunya longgar, hendaklah ia mempergunakan untuk membaca al-Quran, agar dia beruntung mendapatkan pahala yang banyak.”
Sedangkan di zaman ini, membaca al-Quran tak lagi di anggap penting. Dikalahkan membaca koran, novel, atau bacaan-bacaan
 lainnya. Juga oleh nyanyian. Padahal, apa yang bisa diambil dari nyanyian, kecuali kesia-siaan yang menyesatkan. Menurut Imam Ahmad dan Imam Malik, orang fasik saja yang memiliki kebiasaan demikian.
Kontradiksi lainnya, A-Quran dibaca hanya saat ada kematian saja atau peringatan yang berkaitan dengannya saja. Padahal al-Quran diturunkan sebagai petunjuk jalan kehidupan, sedang orang yang sudah mati tak bisa mengamalkannya.
Menutup Mata terhadap Makna
Tingkat selanjutnya adalah orang-orang yang sudah mau membaca al-Quran atau bahkan telah menjadikannya sebagai kebiasaan. Sungguh, yang demikian sudah merupakan amal yang sangat utama jika memang niatnya ikhlas karena Allah swt , Rasulullah bersabda,
“Orang yang pandai membaca Al-Quran itu akan bersama para Rasul yang mulia. Adapun orang yang lemah dan terlekat-lekat ketika membaca Al-Quran dan dia memang berkeinginan untuk membaca al-Quran dan dia memang berkeinginan untuk membaca al-Quran, maka dia berhak mendapat dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun tentunya, tuntutan sebenarnya tidak sampai disitu saja. Karena semua yang ada di dalam al-Quran mengandung keharusan untuk diamalkan. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala besar.” (Q.S. Al-Israa’ : 9)
Untuk itu landasan utamanya adalah pemahaman, dan di sinilah urgensi dari keharusan mentadaburi al-Quran. Para salaf yang shalih, setiap kali ini membaca ayat-ayat yang memberikan kabar gembira tentang surga, mereka menangis karena merindukannya. Dan jika membaca ayat-ayat yang mengingatkan tentang ayat-ayat yang mengingatkan tentang azab neraka, mereka ketakutan seakan-akan neraka Jahanam ada di antara telinga mereka. Itu semua tidak lain karena pemahaman yang mendalam terhadap apa yang dibacanya.
Sedangkan bagi orang yang membacanya al-Quran demi memenangi perlombaan atau tujuan duniawi lainnya, kebiasaan mereka tak lebih dari kebagusan suara dan lagu-lagunya, Tak sampai pada pemahaman kandungan ayat-ayat yang dibacanya, apalagi mengambil manfaat darinya. Bahkan boleh jadi, amal mereka justru bertentangan dengan al-Quran. Seperti lonceng yang bergantung di leher onta, bunyinya nyaring namun tidak menjadikan onta itu tambah berharga. Naudzubillah!

Meninggalkan Begitu Saja
Ada lagi orang yang telah membaca dan memahami kandungan Al-Quran, namun ia meninggalkannya begitu saja. Perintahnya ditinggalkan, larangannya justru dikerjakan. Semua kabar gembira dan ancaman, diabaikan begitu saja.
Mereka layaknya hamba yang menerima surat perintah dari tuannya, membaca dan memahaminya, lalu mengabaikannya. Merekalah hamba yang membangkang dan durhaka terhadap tuannya.
Menukar dengan Dunia
Ada pula golongan yang menyalahgunkan al-Quran. Al-Quran secara fisik diperlakukan sebagai jimat, atau ayat-ayatnya dipakai sebagai rajah. Sungguh demikian bisa menjerumuskan pelakunya kepada kesyirikan.
Yang lainnya pandai tentang Al-Quran namun menyeleweng. Di antara mereka bahkan menggunakan sebagian ayat demi mendukung kemungkaran dan memerangi kebenaran, membuat senang orang-orang kafir dan para pembantunya. Allah swt berfirman,
“ Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah adalah orang-orang yang kafir.” (Q.S. Al-Maidah : 44)
Begitulah alamat orang yang terhempas lantaran jauh dari pegangan, dan terputus dari kemuliaan lantaran menyalahgunakan. Wallahu a’alam bishshawab

By @destya11 in twitter

Bukan Hanya Tilawah

Berapa lama Anda mengkhatamkan bacaan al-Quran? Sebulan sekali? Sebulan dua kali? Atau bahkan sepuluh kali? Selamat untuk Anda yang sudah membiasakan diri dengan sunnah Nabi saw yang telah dilestarikan oleh para salaf dengan sebaik-baiknya ini.

Tetapi tunggu dulu! Sunnah Nabi yang telah dilestarikan “Kalamullah” tidak hanya tilawah minimal sebulan sekali. Tidak. Adalah para sahabat sangat perhatian kepada pemahaman mereka terha
dap ayat-ayat Allah.
Diriwayatkan bahwa untuk mempelajari surat Al-Baqarah saja, Al-Faruq Umar bin Khatab perlu waktu 12 bulan. Tentu ini bukan karena kurang berakalnya Amirul Mukminin ini. Tapi lebih dikarenakan beliau berpindah dari maksimal 10 ayat sampai ia benar-benar memahami dengan baik dan mengamalkannya.
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Apabila salah seorang dari kami telah mempelajari 10 ayat, ia tidak akan melanjutkan ke ayat-ayat berikutnya sampai benar-benar mengerti maknanya dan mengamalkannya.”
Jika hari ini banyaknya lembaran mushhaf yang kita baca tidak ‘ngefek’, membawa pengaruh yang signifikan terhadap keimanan kita, itu adalah salah satunya karena  bacaan kita tidak disertai dengan tadabbur, upaya untuk memahaminya dengan sebaik-baiknya.
“Tidak mungkin Al-Quran akan di amalkan oleh seseorang  tanpa mentadabburinya terlebih dahulu”(Imam asy Syaukani)

Padahal kata tabi’in agung, Hasan al-Bahsri “Al-Quran diturunkan untuk di tadabburilah dan diamalkan, maka baca dan tadabburi ia (sehingga kamu dapat manfaat).”
Maknanya, kalau kita merasa cukup sekedar membaca tanpa mentadabburinya berarti kita masih belum melaksanakan kewajiban terhadap Al-Quran. Bukan berarti tilawah tidak penting, tetapi harus ada muwazanah, keseimbangan, antara tilawah dan tadabbur, sebagaimana diwariskan para salaf.

Kenapa Mesti Tadabbur?
Selain bertolak dari atsar Hasan al-Bashri di atas, masih ada banyak faktor lain yang mengantarkan kita kepada kepada kesimpulan Tadabbur, harus itu! Di antaranya, Pertama, karena Allah berfirman,
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Q.S. An-Nisa : 82)
Kedua, karena kita manusia yang berakal. Manusia yang berakal yang tahu bahwa al-Quran adalah pedoman hidupnya pasti berusaha untuk memahaminya dengan sebaik-baiknya. Karena hanya dengan itulah ia akan mengerti pesan dari Allah dan petunjuk dari-Nya yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari jika ia mengharapkan al-Falah, kebahagiaan hidup dan di akhirat.
Imam asy-Syaukani bertutur, “Tak mungkin al-Quran akan diamalkan oleh seseorang tanpa metadabburinya terlebih dahulu”
Ketiga, karena kita ingin mendapatkan sakinah dan rahmat dari Allah. Adalah Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah dari rumah-ruah Allah dalam rangka membaca dan tadarus Al-Quran kecuali mereka dianugerahi ketenangan, diliputi rahmat, dikerumuni malaikat, dan di banggakan Allah di hadapkan para malaikat.”
Siapa diantara kita yang mengharapkan kesengsaraan hidup? Siapa pula yang tidak ingin dikasihani oleh Allah. Nah, menurut hadist ini, keadaannya bisa kita raih dengan membaca dan mengkaji (baca:mentadabburi) mukjizat Nabi yang abadi, al-Quran yang suci.

Tak Harus Menunggu
Tadabbur yang terbaik adalah membaca kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab di akui oleh ulama ahlusunnah seperti Tafsir ath-Thabari, Tafsir al-Qurthubi, atau yang paling ringkas namun memadai, Tafsiran Qur’anil Azhim yang terkenal dengan tafsir Ibnu Katsir.Sayangnya kitab-kitab itu kebanyakan berbahasa Arab alias belum banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tafsir Ibnu Katsir sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, meskipun ringkasannya. Bukankah tak ada rotan akar pun jadi?
Baik sekali jika kita bisa berbahasa Arab. Tetapi jika belum dan tidak ada kata terlambat untuk mempelajari bahasa Arab mestinya kita mengejar kitab tafsir yang sudah diterjemahkan itu walau sampai ke ujung negeri dengan biaya yang relatif mahal, untuk selanjutnya kita nikmati apa yang disajikan disana. Tentunya sambil mengupayakan belajara bahasa Arab. Sebab bagaimana pun, penjelasan para mufassir akan benar-benar kita pahami dengan baik saat kita membaca versi aslinya. Ada hal-hal yang tak dapat diterjemahkan dan hanya bisa dirasakan. Wallahul musta’an Yuk, Kita sama-sama belajar... ^_^
By (@destya11 in Twitter)



Selasa, 07 Januari 2014

Berani Dengan Benar

Dalam pandangan Islam seorang mukmin itu hanya ada dua jenis,  qawiy atau kuat dan dha’if atau lemah. Ini berlaku untuk umum, laki-laki maupun perempuan. Dan adalah Allah lebih mencintai orang mukmin yang kuat daripada yang lemah. Maka berbahagialah orang-orang yang beriman yang kuat.
Tetapi tunggu dulu, yang di maksud kuat di sini bukanlah kekuatan jasmani. Memang kekuatan jasmani penting, tetapi para pakar hadist sepakat bahwa orang beriman yang lebih di cintai Allah adalah orang yang kuat dalam berpegang teguh kepada tali Allah dan asanya yang utamanya adalah kehidupan di akhirat. Orang seperti inilah orang yang kuat. Orang yang mampu bertahan saat menghadapi ujian terberat dan tak pernah terbayangkan dalam kehidupannya. Orang seperti inilah yang berani menanggug susahnya hidup, pedih-perihnya perjuangan, dan segala resiko duniawai saat melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Yang Kuat versi an-Nawawi
Imam an-Nawawi saat mensyarah “Seorang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada seoarang mukmin yang lemah..” mengatakan, “Yang dimaksud dengan kekuatan  di sini adalah keteguhan jiwa dan tertautnya hati pada urusan akhirat. Maka seseorang yang memiliki sifat yang demikian akan menjadi orang yang paling berani menghadapi musuh di medan jihad, paling cepat menyahut seruan jihad dan segera berangkat ke medan laga. Orang dengan sifat seperti ini juga akan tegar dan sabar saat beramar ma’ruf nahyi munkar, rela menanggung kesulitan di jalan Allah senantiasa bersemangat untuk menunaikan shalat, shiyam, dzikir, dan berbagai bentuk ibadah lainnya. Ia akan menjadi orang yang paling rajin dan benar-benar menjaga semuanya.”
Berani Berkeyakinan
Aneh jika ada seoarang muslim tidak berani alias takut berkeyakinan. Padahal keyakinan seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain. Pun tidak ada orang yang bisa memaksa orang lain dalam berkeyakinan. Paling-paling yang bisa dilakukan adalah mempengaruhi. Itu saja.
Keberanian dalam berkeyakinan-meyakini kebenaran Islam dan semua yang di ajarkan oleh Rasulullah saw ini tidak bisa bisa di tawar dan tidak ada rukhshah atau keringanan. Kalau pun di bilang ada, itu sekedar tampak luarnya saja. Seperti sahabat Ammar bin Yasir yang mendapatkan keringanan untuk mengucapkan kata-kata kufur, tetapi hati tempat bersemayamnya berkeyakinan yang benar. Allah berfirman, “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (Q.S. an-Nahl : 106)
Berani Berkata
Keberanian berkata-kata dimulai keberanian mengikrarkan bahwa tiada yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa dalam beribadah tersebut hanya mengikuti tata cara yang di ajarkan Rasulullah. Sekarang di sini, di Indonesia, mengikrarkan dua kalimat syahadat tidak banyak menimbulkan reaksi dari orang-orang sekitar  (mungkin karena banyak yang berikrar sementara ia tidak tahu konsekuensinya). Tetapi dulu Jazirah Arab, untuk mengikrarkannya benar-benar diperlukan keteguhan hati dan keberanian prima. Kita bisa membaca apa yang di alami oleh Bilal bin Rabah, keluarga Yasir, Mush’ab bin Umair, dan sederet sahabat lain yang mesti membayar mahal ikrar mereka.
Selanjutkan adalah keberanian untuk mengajak orang lain berpegang teguh kepada Islam. Untuk ini selain diperlukan keberanian juga diperlukan bekal ilmu yang memadai. Ilmu tentang Islam, Ilmu tentang bagaimana cara menyampaikannya, dan ilmu tentang orang-orang yang di harapkan menerima Islam. Jangan sampai terjadi karena kita tidak mengerti bagaimana cara terbaik mengajak suatu masyarakat untuk berpegang teguh kepada keseluruhan Islam, mereka justru menolak atau bahkan menghalanginya ; padahal mereka adalah orang-orang Islam. Jika demikian adanya berarti mudarat lebih besar daripada manfaat. Dan Islam datang untuk menegasikan mudarat sama sekali, setidaknya meminimalkannya.
Berani Berbuat
Seperti para sahabat yang turut serta dalam perang Badar, meski mereka tahu bahwa jumlah mereka kurang dari sepertiga jumlah musuh, mereka pantang mundur dan menyerah. Mereka yakin, jika mereka melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya Allah tidak akan menyia-nyiakan hidup mereka. Mereka pun tahu, jika mereka terbunuh di medan laga, toh itu merupakan anugrah teragung yang mereka terima. Seperti merekalah mestinya kita semua memiliki keberanian dalam melaksanakan semua perintah Allah. Masih khawatir dengan hari esok??? Buruk sekali prasangka kita kepada Allah, “Maka apakah prasangkamu terhadap Rabbul ‘alami? (Q.S. Shaffat : 87)
Duh, bagi seorang pemberani sejati, apalah artinya seluruh beban berat dan resiko duniawi yang tiada sebanding dengan secuil nikmat abadi di Firdaus kelak???
Semoga Allah menjadikan kita sebagai prang-orang yang kuat-berani, bukan orang yang lemah-pengecut. Amin...

By (@destya11 in Twitter)

Jika Istrimu Seorang Guru Sejarah

Kamu tahu bagaimana rasanya berurusan dengan masa lalu setiap harinya??? Bukan Cuma masa lalu, tapi murid-murid yang setiap harinya harus ku ajari tentang semua masa lalu tersebut. Ya, Sejarah , itulah pekerjaanku, guru Sejarah. Masih baik jika murid-murid menganggap sejarah itu adalah pelajaran yang sangat mudah dan seru, karena tidak sedikit murid yang menganggap bahwa sejarah adalah pelajaran yang sangat membosankan dan menganggap remeh. Disitulah kesabaran dan ketekunanku diuji. Aku harus terus mengajari mereka sampai bisa.
Guru Sejarah adalah calon ibu yang baik bagi anak-anaknya. Guru adalah orang yang mengerti banyak tentang pendidikan, kamu tak perlu khawatir tentang kecerdasan anak-anak kita, karena aku akan mengajarkan banyak hal terhadap mereka. Apalagi tentang sejarah, aku akan membuat mereka menjadi orang yang berprestasi dan berintelektual tinggi. Tak hanya itu, ilmu agama in sya Allah juga akan aku ajari dengan baik. Karena kamu tahu kan, ¾ isi Al-Quran itu adalah Sejarah. In sya Allah..dengan bekal ilmu yang aku pelajari aku akan mengajarkan mereka tentang banyak hal terutama Sejarah nabi-nabi dan agama kita tentunya.

Tak hanya dari sisi pendidikan, tapi juga dari sisi logika, strategi dan perencanaan yang matang untuk masa depan anak-anaknya. Jika kamu memilih aku sebagai istrimu, aku yakin kamu tak akan kecewa, kamu akan aku ajari bagaimana berpikir secara historis seperti halnya menemukan kausalitas (hubungan sebab-akibat) dalam Sejarah. Kamu akan aku ajak memecahkan masalah dengan santai, singkat dan menggunakan apa yang kita miliki seadanya seperti halnya ketika aku menguraikan soal sejarah  yang hanya diketahui heuristik (menghimpun jejak-jejak sejarah) dan metodologinya saja. Dan kamu akan aku ajak berpikir dengan metodologi sejarah ketika menghadapi permasalahan hidup ini seperti halnya aku menguraikan soal sejarah dan hukum sebab akibat dari kejadian sejarah tersebut.

Kamu juga tak perlu khawatir aku terlalu sibuk mengurusi anak-anak orang lain di sekolah, karena seperti yang kamu tahu, guru itu jam mengajarnya kebanyakan dari pagi sampai siang. Kamu juga tak perlu risau, jika ada yang menawari aku untuk mengajar tambahan sore harinya, aku akan berpikir puluhan kali untuk menerimanya, karena aku juga punya tanggung jawab penuh untuk mengurusimu dan anak-anak kita di rumah.


Guru seperti aku akan mengajarkan banyak ilmu kedisiplinan untuk keluarga, karena aku sudah terbiasa dengan disiplin. Disiplin waktu, tempat dan sebagainya. Jadi kamu tak perlu khawatir bangun kesiangan, karena ada aku yang siap menjadi alarm untuk membangunkanmu. Kamu tak perlu khawatir kalau rumah berantakan, karena aku sadar betul bahwa kenyamanan rumah adalah hal yang penting yang harus aku urus.

Jadi, siapkah kamu untuk masuk ke dalam keajaiban dunia Sejarah bersamaku???
^_^ - Dewi Setyawati - FKIP Sejarah Universitas Sriwijaya 2011 (@destya11 in twitter)


Minggu, 05 Januari 2014

IF Your's Wife is A Teacher

Apa yang ada dibenakmu jika pada waktunya nanti jodohmu adalah seorang guru? Setiap hari tepat pukul 7 pagi, istrimu ini harus sudah berada di sekolah tempatnya mengajar. Mendidik anak didiknya tanpa pandang status sosial, entah dia anak pejabat, dokter, dosen, tukang sayur, sopir bus akan tetap dipandang sama. Jangan salahkan jika rumahmu nantinya akan penuh dengan anak- anak yang silih berganti membawa tas dan buku untuk belajar berhitung atau membaca. Riuh akan suara anak- anak yang memiliki semangat untuk maju. Mungkin ini akan berdampak pada waktu istirahatmu yang terganggu.
Jika kamu mengharapkan seorang istri yang menjanjikan materi sepenuhnya, jangan kau cari pada sosok guru ini. Ia jauh dari segala gemerlap materi dunia, ia sederhana dengan cinta yang dimilikinya. Cinta akan anak didiknya, cinta dengan pekerjaan yang ia geluti dan yang paling utama adalah cinta dengan keluarganya. Ia tak akan pernah melalaikan tugasnya sebagai seorang istri bagi suaminya dan ibu bagi anak- anaknya. Setiap pagi ialah yang akan bangun pertama kali menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Memasak menu makan siang walaupun raga telah lelah pasca mengajar,mengajarkan les tambahan untuk anak didiknya dan ia tidak akan melupakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga.
Setiap ibu adalah guru, dan ia tidak lupa akan perannya menjadi madrasatul ula bagi buah hatinya. Kau akan melihat bagaiamana ia mendampingi anak-anakmu tertatih membaca Al-Qur’an dan alphabet, bagaiamana ia dengan sabar mengajarkan berhitung dan menulis, bagaimana bunyi doa- doa sehari-hari yang tergolong sederhana dan lain sebagainya.Walaupun sebagai wanita karier, seorang guru memiliki waktu yang cukup banyak untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Ia mempunyai waktu untuk memperhatikan bagaimana buah hatinya tumbuh dan berkembang,.

Kau tak usah heran ketika dia seolah mengenal setiap orang yang dijumpainya, atau ketika tiba- tiba ada seorang anak yang mendekat dan mencium tangannya dengan malu- malu.Itulah resiko menjadi guru, sebagai panutan dan tuntunan bagi anak didiknya. Ketika dia mulai mengeluh dengan pekerjaannya, ketika sebagian dari siswanya belum bisa memahami pelajaran seperti yang ia harapkan, ia hanya ingin kamu kuatkan dengan senyuman atau genggaman yang menghangatkan. Asal kau tahu, mendidik anak orang lain itu tidak semudah mendidik anak sendiri, itu jauh lebih sulit dari yang Kau bayangkan. by @destya11 (in twitter)

Sabtu, 28 Desember 2013

Apa Kata Bintang?

Kaum remaja yang sok gaul, meski telah lengkap dengan busana, gaya rambut, dan asesoris, masih saja belum pede jika tidak melihat ramalan bintangnya di koran, tv, atau internet. Tentang nasibnyam, keuangan, asmara, dan hari baik. Seolah mereka yakin betul, bintangnya lebih tahuntentang masa depan hidupnya. Penyedia jasa ramalan pun semakin mudah di akses. Hotline telpon tarif premium banyak yang menjajakan “apa kata bintang” yang siap didengar kapan saja, dimana saja, oleh siapa saja.     
Warisan Kuno
Ramalan bintang, di sebut juga astrologi, menyandarkan pada peredaran bintang, planet, dan matahari pada orbit imajiner yang mengelilingi bumi. Ada dua belas jenis zodiak yang masing-masing memiliki rentang waktu satu bulan. Waktu ini di tentukan berdasarkan posisi bintang tersebut dengan matahari. Para astrolog percaya bahwa manusia dilahirkan di bawah naungan salah satu bintang tersebut yang bertindak sebagai pembuat karakter pribadi dan nasib manusia. Misalnya, seorang yang lahir 23 Oktober- 21 November ada di bawah naungan bintang Skorpio yang bersifat air dan di pengaruhi planet pluto.
Microsoft Encarta Reference Library 2003 menyebutkan, zodiak berasal dari dataran rendah Mesopotamia, daratan di antara sungai Tigris dan Eufrat, pada masa Babilonia kuno (Kini Irak Tenggara) kira-kira 2000 tahun sebelum masehi. Antara tahun 600 SM dan 200 SM, Mereka mengembangkan suatu sistem untuk menggambar horoskop perorangan. Orang Yunani dan Romawi memunyai andil besar dalam perkembangan astrologi. Sampai sekarang nama-nama Romawi bagi planet-planet itu masih digunakan.
Bintang Tak Pernah Tahu.
Praktek-praktek ramalan bintang warisan kuno tersebut juga berkembang pada zaman keemasan islam. Sehingga kita bisa mendapatkan komentar para ulama tabi’in tentangnya. Imam al-Bukhari di dalam shaihnya menyebutkan bahwa Qatadah berkata :
“Sesungguhnya Allah menjadikan bintang-bintang itu hanya untuk hikmah. Dia menjadikannya sebagai hiasan langit, sebagai penunjuk arah dan sebagai pelempar setan. Barangsiapa berpendapat selain itu, maka benar-benar telah berkata menurut pikirannya sendiri, salah persepsi serta memaksakan sesuatu yang tidak dia ketahui ilmunya. Sungguh, ada orang-orang yang tidak mengetahui agama Allah, mereka menjadikan bintang-bintang itu sebagai sarana untuk meramal. Seperti mengatakan barangsiapa yang menikah ketika posisi bintang anu di anu maka akan begini dan begini, barangsiapa yang melakukan perjalanan ketika posisi bintang anu di sini dan di situ maka akan begini....padahal bintang-bintang itu tak tahu menahu tentang perkara ghaib, begitu pun dengan binatang-bintang (yang dianggap orang tanda sia) dan juga burung. Jika ada makhluk-makhluk yang mengetahui perkara yang ghaib, tentulah Adam mengetahuinya karena dia di ciptakan Allah dengan tangan-Nya, Dia memerintahkan para malaikat bersujud kepada-nya, Dia memerintahkan para bersujud kepadanya dan Dia megajarkan kepada Adam nama segala sesuatu.”
Adapun ayat yang menunjukkan tentang tiga hikmah di ciptakannya bintang adalah firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan,” (Q.S. Al-Mulk : 5)
Dan Firman-Nya :
“dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk jalan.” (Q.S. An-Nal :16)
Katakan : “AKU TAK PERCAYA!”
Boleh percaya boleh tidak, begitulah bunyi provokasi halus untuk berkilah dari tuduhan syirik dan khufarat. Adapun kita, mestinya dengan lantang mengatakan tidak percaya. Bukan saja karena banyak ramalan yang tidak “nembus” , atau bahasa astrolog yang terkesan samar dan menggunakan bahasa umum sehingga bisa ditafsirkan macam-macam oleh konsumen, akan tetapi karena ilmu nujum itu termasuk cabang dari ilmu sihir yang dilarang. Nabi saw bersabda :
“Barangsiapa yang mengambil sesuatu dari ilmu nujum, maka sungguh dia telah mengambil satu cabang dari sihir.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad.)
Astrolog yang meramal dengan bintang, di hukumi sama dengan dukun dan paranormal, barangsiapa bertanya kepadanya maka shalatnya tidak terima selama empat puluh hari empat puluh malam, dan barangsiapa yang bertanya lalu membenarkannyam, maka dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw.

Jika kita sedikit saja mau berpikir, maka tak ada alasan sama sekali untuk membenarkan segala bentuk ramalan, apalagi ramalan bintang. Sebab tak ada dasar ilmiahnya sama sekali. Para peramal hanya mendasarkan pada prasangkanya sendiri, tak didasari ilmu. Jika saja ada dan ini pasti tidak ada dasar ilmu yang mendasari, maka tidak akan ada penafsiran yang bertolak belakang antara satu peramal dengan peramal lainnya. Maka yang ada pasti ketidakcocokan antara ramalan dengan kenyataan. Masuk akalkah bila jumlah manusia yang hampir 5 milyar ini bisa diramalkan masa depannya hanya dengan 12 bintang??? Artinya setiap harinya ada 416.666.667 orang yang bernasib sama? Begitulah, kelakuan orang musyrik selalu bertentangan dengan fitrah yang suci, logika yang sehat dan nash-nash syari, Wallahualam... by @destya11 (in twitter)

Pakaian Dusta

Banyak manusia memuji kebaikan Daud at-Tha’i , mendengar semua itu Daud berkata, “Seandainya ,mereka mengetahui sebagian keadaan kami, niscaya tidak ada satu lidah pun yang sudi menyebutkan kebaikan kami selama-lamanya. “Sedang Muhammad bin Wasi’ berkata pada kesempatan yang lain,”Andaikan dosa-dosa itu mengeluarkan bau,niscaya tidak seorangpun yang sanggup hidup berdekatan denganku.”
Ucapan-ucapan luar biasa ini adalah cerminan kerendahan hati yang jujur. Kita bisa melihat di mana posisi kita di banding mereka. Kemudian lebih ‘tahu diri’ bahwa seharusnya kitalah yang lebih pantas merasa rendah di banding mereka. Karena kita sebenarnya jauh lebih berbau, namun tidak pernah merasa malu setiap kita membusung dan kepala kita membesar karena pujian.
Inilah kisah tentang hamba-hamba pilihan yang tahu dan menyadari cacat diri. Buah ma’rifat mereka terhadap pengawasan Allah yang sempurna. Yang mengawasi semua yang tersembunyi saat manusia hanya bisa mengawasi apa yang tampak. Yang mengawasi apa yang batin saat manusia hanya mengawasi yang lahir. Allah berfirma, “...Dan ketahuilah bahwanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya.”
Inilah rahasia itu. Bahwa kita tidak akan pernah bisa mengingkari kata hati akan pengetahuan Allah tentang siapa kita sesungguhnya, meski kita bisa menipu manusia sekitar. Namun sayang, kita tidak pernah takut kelak Allah akan membuka semua topeng. Padahal Dia telah berfirman, “ Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.”
Inilah yang membuat pujian dan kekaguman orang lain berharga sangat mahal. Menutupi pandangan dari pakaian dusta yang kita kenakan guna menampilkan citra diri palsu. Saat itulah ia menjadi jebakan manis yang berakhir dengan siksa di sisi-Nya. Belum lagi ‘perang’ yang selalu bergejolak dalam diri kita. Yang melahirkan kegelisahan dan menihilkan rasa aman karena hakikatnya tidak ada nilai baik, jika kita bisa menilai diri secara objektif. Konflik batin antara fakta bahwa kita menipu diri dengan rasa bangga beroleh pujian. Dan ini berlangsung selamanya.
Akan halnya hamba-hamba terpilih itu, mereka sadar tidak ada lagi tempat bersembunyi. Batin mereka selalu menghadirkan kesadaran penglihatan Allah, hal yang membantu mereka memunculkan taharruj (perasaan berdosa) dalam diri. Di samping membukakan pintu tawadhu’, keadaan ini akan membuat mereka mampu melawan kemauan yang salah dan memaksa diri melakukan hal-hal yang di benci hawa nafsu.
Pakaian hakikat yang nereka kenakan membuat mereka bisa sepeerti Yunus bin ‘Ubait yang berkata, “Saya menemukan seratus sifat baik, yang saya kira tidak ada satupun terdapat pada pada diri.” Bagaimana kita??? Wallahualam... by @destya11 (in twitter)