Al-Quran
adalah kalamullah. Mustahil bagi manusia membuat yang serupa. Al-Quran adalah
tali Allah yang kuat. Barangsiapa yang berpegang teguh kepadanya niscaya
selamat. Sebaliknya, yang berpaling akan binasa. Segala tali selainnya mudah
putus, dan segala jalan selainnya buntu. Al-Quran adalah taman para ulama dan
kebun orang-orang arif dalam kehidupan mereka.
Naasnya,
diantara manusia banyak yang salah dalam memperlakukan mukjizat terbesar ini.
Beragam dan bertingkat kekeliruan manusia terhadapnya, seperti itu pula
ketersesatan dan kerusakannya.
Bagaimana Bisa Menolaknya
Sebagian
manusia tidak yakin bahwa al-Quran diturunkan Allah. Disangkanya al-Quran itu
karangan Muhammad saw saja yang tak mutlak kebenarannya. Mereka mengekor
perkataan misionaris Nasrani, John Takly, “Al-Quran bukanlah sesuatu yang baru.
Sedangkan yang baru di dalam Islam juga bukan sesuatu yang benar.”
Padahal,
bagaimana mereka mengingkari al-Quran, sementara tak satu pun celah yang bisa
di gunakan untuk membantahnya. Allah swt berfirman, “Tidaklah mungkin al-Quran ini dibuat oleh selain Allah, akan tetapi
(al-Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan
hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya,
(diturunkan) dari Rabb semesta alam.” (Q.S. Yunus : 37)
Enggan dari Pintu Pertama
Membaca
adalah pintu untuk memahami.Maka para salaf menjadikan membaca al-Quran sebagai
kebiasaan hariannya. Dalam Minhajul Qashidin disebutkan, Utsman bin Affan
pernah membaca Al-Quran (seluruhnya) dalam satu rakaat witirnya, sedangkan Imam
asy-Syafii pernah mengkhatamkannya sebanyak enam puluh kali pada bulan
Ramadhan. Ibnu Abba berkata , “Barang siapa waktunya longgar, hendaklah ia
mempergunakan untuk membaca al-Quran, agar dia beruntung mendapatkan pahala
yang banyak.”
Sedangkan
di zaman ini, membaca al-Quran tak lagi di anggap penting. Dikalahkan membaca
koran, novel, atau bacaan-bacaan
Kontradiksi
lainnya, A-Quran dibaca hanya saat ada kematian saja atau peringatan yang
berkaitan dengannya saja. Padahal al-Quran diturunkan sebagai petunjuk jalan
kehidupan, sedang orang yang sudah mati tak bisa mengamalkannya.
Menutup Mata terhadap Makna
Tingkat
selanjutnya adalah orang-orang yang sudah mau membaca al-Quran atau bahkan
telah menjadikannya sebagai kebiasaan. Sungguh, yang demikian sudah merupakan
amal yang sangat utama jika memang niatnya ikhlas karena Allah swt , Rasulullah
bersabda,
“Orang
yang pandai membaca Al-Quran itu akan bersama para Rasul yang mulia. Adapun
orang yang lemah dan terlekat-lekat ketika membaca Al-Quran dan dia memang
berkeinginan untuk membaca al-Quran dan dia memang berkeinginan untuk membaca
al-Quran, maka dia berhak mendapat dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun
tentunya, tuntutan sebenarnya tidak sampai disitu saja. Karena semua yang ada
di dalam al-Quran mengandung keharusan untuk diamalkan. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya al-Quran ini memberikan
petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada
orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
besar.” (Q.S. Al-Israa’ : 9)
Untuk
itu landasan utamanya adalah pemahaman, dan di sinilah urgensi dari keharusan
mentadaburi al-Quran. Para salaf yang shalih, setiap kali ini membaca ayat-ayat
yang memberikan kabar gembira tentang surga, mereka menangis karena
merindukannya. Dan jika membaca ayat-ayat yang mengingatkan tentang ayat-ayat
yang mengingatkan tentang azab neraka, mereka ketakutan seakan-akan neraka
Jahanam ada di antara telinga mereka. Itu semua tidak lain karena pemahaman
yang mendalam terhadap apa yang dibacanya.
Sedangkan
bagi orang yang membacanya al-Quran demi memenangi perlombaan atau tujuan
duniawi lainnya, kebiasaan mereka tak lebih dari kebagusan suara dan lagu-lagunya,
Tak sampai pada pemahaman kandungan ayat-ayat yang dibacanya, apalagi mengambil
manfaat darinya. Bahkan boleh jadi, amal mereka justru bertentangan dengan
al-Quran. Seperti lonceng yang bergantung di leher onta, bunyinya nyaring namun
tidak menjadikan onta itu tambah berharga. Naudzubillah!
Meninggalkan Begitu Saja
Ada
lagi orang yang telah membaca dan memahami kandungan Al-Quran, namun ia meninggalkannya begitu saja. Perintahnya
ditinggalkan, larangannya justru dikerjakan. Semua kabar gembira dan ancaman,
diabaikan begitu saja.
Mereka
layaknya hamba yang menerima surat perintah dari tuannya, membaca dan
memahaminya, lalu mengabaikannya. Merekalah hamba yang membangkang dan durhaka
terhadap tuannya.
Menukar dengan Dunia
Ada
pula golongan yang menyalahgunkan al-Quran. Al-Quran secara fisik diperlakukan
sebagai jimat, atau ayat-ayatnya dipakai sebagai rajah. Sungguh demikian bisa
menjerumuskan pelakunya kepada kesyirikan.
Yang
lainnya pandai tentang Al-Quran namun menyeleweng. Di antara mereka bahkan
menggunakan sebagian ayat demi mendukung kemungkaran dan memerangi kebenaran,
membuat senang orang-orang kafir dan para pembantunya. Allah swt berfirman,
“ Karena itu janganlah kamu takut
kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar
ayat-ayat-Ku dengan harga sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah adalah orang-orang yang kafir.”
(Q.S. Al-Maidah : 44)
Begitulah
alamat orang yang terhempas lantaran jauh dari pegangan, dan terputus dari
kemuliaan lantaran menyalahgunakan. Wallahu a’alam bishshawab
By
@destya11 in twitter