Selasa, 07 Januari 2014

Berani Dengan Benar

Dalam pandangan Islam seorang mukmin itu hanya ada dua jenis,  qawiy atau kuat dan dha’if atau lemah. Ini berlaku untuk umum, laki-laki maupun perempuan. Dan adalah Allah lebih mencintai orang mukmin yang kuat daripada yang lemah. Maka berbahagialah orang-orang yang beriman yang kuat.
Tetapi tunggu dulu, yang di maksud kuat di sini bukanlah kekuatan jasmani. Memang kekuatan jasmani penting, tetapi para pakar hadist sepakat bahwa orang beriman yang lebih di cintai Allah adalah orang yang kuat dalam berpegang teguh kepada tali Allah dan asanya yang utamanya adalah kehidupan di akhirat. Orang seperti inilah orang yang kuat. Orang yang mampu bertahan saat menghadapi ujian terberat dan tak pernah terbayangkan dalam kehidupannya. Orang seperti inilah yang berani menanggug susahnya hidup, pedih-perihnya perjuangan, dan segala resiko duniawai saat melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Yang Kuat versi an-Nawawi
Imam an-Nawawi saat mensyarah “Seorang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada seoarang mukmin yang lemah..” mengatakan, “Yang dimaksud dengan kekuatan  di sini adalah keteguhan jiwa dan tertautnya hati pada urusan akhirat. Maka seseorang yang memiliki sifat yang demikian akan menjadi orang yang paling berani menghadapi musuh di medan jihad, paling cepat menyahut seruan jihad dan segera berangkat ke medan laga. Orang dengan sifat seperti ini juga akan tegar dan sabar saat beramar ma’ruf nahyi munkar, rela menanggung kesulitan di jalan Allah senantiasa bersemangat untuk menunaikan shalat, shiyam, dzikir, dan berbagai bentuk ibadah lainnya. Ia akan menjadi orang yang paling rajin dan benar-benar menjaga semuanya.”
Berani Berkeyakinan
Aneh jika ada seoarang muslim tidak berani alias takut berkeyakinan. Padahal keyakinan seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain. Pun tidak ada orang yang bisa memaksa orang lain dalam berkeyakinan. Paling-paling yang bisa dilakukan adalah mempengaruhi. Itu saja.
Keberanian dalam berkeyakinan-meyakini kebenaran Islam dan semua yang di ajarkan oleh Rasulullah saw ini tidak bisa bisa di tawar dan tidak ada rukhshah atau keringanan. Kalau pun di bilang ada, itu sekedar tampak luarnya saja. Seperti sahabat Ammar bin Yasir yang mendapatkan keringanan untuk mengucapkan kata-kata kufur, tetapi hati tempat bersemayamnya berkeyakinan yang benar. Allah berfirman, “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (Q.S. an-Nahl : 106)
Berani Berkata
Keberanian berkata-kata dimulai keberanian mengikrarkan bahwa tiada yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa dalam beribadah tersebut hanya mengikuti tata cara yang di ajarkan Rasulullah. Sekarang di sini, di Indonesia, mengikrarkan dua kalimat syahadat tidak banyak menimbulkan reaksi dari orang-orang sekitar  (mungkin karena banyak yang berikrar sementara ia tidak tahu konsekuensinya). Tetapi dulu Jazirah Arab, untuk mengikrarkannya benar-benar diperlukan keteguhan hati dan keberanian prima. Kita bisa membaca apa yang di alami oleh Bilal bin Rabah, keluarga Yasir, Mush’ab bin Umair, dan sederet sahabat lain yang mesti membayar mahal ikrar mereka.
Selanjutkan adalah keberanian untuk mengajak orang lain berpegang teguh kepada Islam. Untuk ini selain diperlukan keberanian juga diperlukan bekal ilmu yang memadai. Ilmu tentang Islam, Ilmu tentang bagaimana cara menyampaikannya, dan ilmu tentang orang-orang yang di harapkan menerima Islam. Jangan sampai terjadi karena kita tidak mengerti bagaimana cara terbaik mengajak suatu masyarakat untuk berpegang teguh kepada keseluruhan Islam, mereka justru menolak atau bahkan menghalanginya ; padahal mereka adalah orang-orang Islam. Jika demikian adanya berarti mudarat lebih besar daripada manfaat. Dan Islam datang untuk menegasikan mudarat sama sekali, setidaknya meminimalkannya.
Berani Berbuat
Seperti para sahabat yang turut serta dalam perang Badar, meski mereka tahu bahwa jumlah mereka kurang dari sepertiga jumlah musuh, mereka pantang mundur dan menyerah. Mereka yakin, jika mereka melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya Allah tidak akan menyia-nyiakan hidup mereka. Mereka pun tahu, jika mereka terbunuh di medan laga, toh itu merupakan anugrah teragung yang mereka terima. Seperti merekalah mestinya kita semua memiliki keberanian dalam melaksanakan semua perintah Allah. Masih khawatir dengan hari esok??? Buruk sekali prasangka kita kepada Allah, “Maka apakah prasangkamu terhadap Rabbul ‘alami? (Q.S. Shaffat : 87)
Duh, bagi seorang pemberani sejati, apalah artinya seluruh beban berat dan resiko duniawi yang tiada sebanding dengan secuil nikmat abadi di Firdaus kelak???
Semoga Allah menjadikan kita sebagai prang-orang yang kuat-berani, bukan orang yang lemah-pengecut. Amin...

By (@destya11 in Twitter)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar