Rabu, 08 Januari 2014

Bukan Hanya Tilawah

Berapa lama Anda mengkhatamkan bacaan al-Quran? Sebulan sekali? Sebulan dua kali? Atau bahkan sepuluh kali? Selamat untuk Anda yang sudah membiasakan diri dengan sunnah Nabi saw yang telah dilestarikan oleh para salaf dengan sebaik-baiknya ini.

Tetapi tunggu dulu! Sunnah Nabi yang telah dilestarikan “Kalamullah” tidak hanya tilawah minimal sebulan sekali. Tidak. Adalah para sahabat sangat perhatian kepada pemahaman mereka terha
dap ayat-ayat Allah.
Diriwayatkan bahwa untuk mempelajari surat Al-Baqarah saja, Al-Faruq Umar bin Khatab perlu waktu 12 bulan. Tentu ini bukan karena kurang berakalnya Amirul Mukminin ini. Tapi lebih dikarenakan beliau berpindah dari maksimal 10 ayat sampai ia benar-benar memahami dengan baik dan mengamalkannya.
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Apabila salah seorang dari kami telah mempelajari 10 ayat, ia tidak akan melanjutkan ke ayat-ayat berikutnya sampai benar-benar mengerti maknanya dan mengamalkannya.”
Jika hari ini banyaknya lembaran mushhaf yang kita baca tidak ‘ngefek’, membawa pengaruh yang signifikan terhadap keimanan kita, itu adalah salah satunya karena  bacaan kita tidak disertai dengan tadabbur, upaya untuk memahaminya dengan sebaik-baiknya.
“Tidak mungkin Al-Quran akan di amalkan oleh seseorang  tanpa mentadabburinya terlebih dahulu”(Imam asy Syaukani)

Padahal kata tabi’in agung, Hasan al-Bahsri “Al-Quran diturunkan untuk di tadabburilah dan diamalkan, maka baca dan tadabburi ia (sehingga kamu dapat manfaat).”
Maknanya, kalau kita merasa cukup sekedar membaca tanpa mentadabburinya berarti kita masih belum melaksanakan kewajiban terhadap Al-Quran. Bukan berarti tilawah tidak penting, tetapi harus ada muwazanah, keseimbangan, antara tilawah dan tadabbur, sebagaimana diwariskan para salaf.

Kenapa Mesti Tadabbur?
Selain bertolak dari atsar Hasan al-Bashri di atas, masih ada banyak faktor lain yang mengantarkan kita kepada kepada kesimpulan Tadabbur, harus itu! Di antaranya, Pertama, karena Allah berfirman,
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Q.S. An-Nisa : 82)
Kedua, karena kita manusia yang berakal. Manusia yang berakal yang tahu bahwa al-Quran adalah pedoman hidupnya pasti berusaha untuk memahaminya dengan sebaik-baiknya. Karena hanya dengan itulah ia akan mengerti pesan dari Allah dan petunjuk dari-Nya yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari jika ia mengharapkan al-Falah, kebahagiaan hidup dan di akhirat.
Imam asy-Syaukani bertutur, “Tak mungkin al-Quran akan diamalkan oleh seseorang tanpa metadabburinya terlebih dahulu”
Ketiga, karena kita ingin mendapatkan sakinah dan rahmat dari Allah. Adalah Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah dari rumah-ruah Allah dalam rangka membaca dan tadarus Al-Quran kecuali mereka dianugerahi ketenangan, diliputi rahmat, dikerumuni malaikat, dan di banggakan Allah di hadapkan para malaikat.”
Siapa diantara kita yang mengharapkan kesengsaraan hidup? Siapa pula yang tidak ingin dikasihani oleh Allah. Nah, menurut hadist ini, keadaannya bisa kita raih dengan membaca dan mengkaji (baca:mentadabburi) mukjizat Nabi yang abadi, al-Quran yang suci.

Tak Harus Menunggu
Tadabbur yang terbaik adalah membaca kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab di akui oleh ulama ahlusunnah seperti Tafsir ath-Thabari, Tafsir al-Qurthubi, atau yang paling ringkas namun memadai, Tafsiran Qur’anil Azhim yang terkenal dengan tafsir Ibnu Katsir.Sayangnya kitab-kitab itu kebanyakan berbahasa Arab alias belum banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tafsir Ibnu Katsir sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, meskipun ringkasannya. Bukankah tak ada rotan akar pun jadi?
Baik sekali jika kita bisa berbahasa Arab. Tetapi jika belum dan tidak ada kata terlambat untuk mempelajari bahasa Arab mestinya kita mengejar kitab tafsir yang sudah diterjemahkan itu walau sampai ke ujung negeri dengan biaya yang relatif mahal, untuk selanjutnya kita nikmati apa yang disajikan disana. Tentunya sambil mengupayakan belajara bahasa Arab. Sebab bagaimana pun, penjelasan para mufassir akan benar-benar kita pahami dengan baik saat kita membaca versi aslinya. Ada hal-hal yang tak dapat diterjemahkan dan hanya bisa dirasakan. Wallahul musta’an Yuk, Kita sama-sama belajar... ^_^
By (@destya11 in Twitter)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar