Berapa
lama Anda mengkhatamkan bacaan al-Quran? Sebulan sekali? Sebulan dua kali? Atau
bahkan sepuluh kali? Selamat untuk Anda yang sudah membiasakan diri dengan
sunnah Nabi saw yang telah dilestarikan oleh para salaf dengan sebaik-baiknya
ini.
Tetapi tunggu dulu!
Sunnah Nabi yang telah dilestarikan “Kalamullah” tidak hanya tilawah minimal sebulan
sekali. Tidak. Adalah para sahabat sangat perhatian kepada pemahaman mereka
terha
Diriwayatkan
bahwa untuk mempelajari surat Al-Baqarah saja, Al-Faruq Umar bin Khatab perlu
waktu 12 bulan. Tentu ini bukan karena kurang berakalnya Amirul Mukminin ini.
Tapi lebih dikarenakan beliau berpindah dari maksimal 10 ayat sampai ia
benar-benar memahami dengan baik dan mengamalkannya.
Abdullah
bin Mas’ud berkata, “Apabila salah seorang dari kami telah mempelajari 10 ayat,
ia tidak akan melanjutkan ke ayat-ayat berikutnya sampai benar-benar mengerti
maknanya dan mengamalkannya.”
Jika
hari ini banyaknya lembaran mushhaf yang kita baca tidak ‘ngefek’, membawa
pengaruh yang signifikan terhadap keimanan kita, itu adalah salah satunya
karena bacaan kita tidak disertai dengan
tadabbur, upaya untuk memahaminya dengan sebaik-baiknya.
“Tidak
mungkin Al-Quran akan di amalkan oleh seseorang
tanpa mentadabburinya terlebih dahulu”(Imam asy Syaukani)
Padahal
kata tabi’in agung, Hasan al-Bahsri “Al-Quran diturunkan untuk di tadabburilah
dan diamalkan, maka baca dan tadabburi ia (sehingga kamu dapat manfaat).”
Maknanya,
kalau kita merasa cukup sekedar membaca tanpa mentadabburinya berarti kita
masih belum melaksanakan kewajiban terhadap Al-Quran. Bukan berarti tilawah
tidak penting, tetapi harus ada muwazanah, keseimbangan, antara tilawah dan
tadabbur, sebagaimana diwariskan para salaf.
Kenapa Mesti Tadabbur?
Selain
bertolak dari atsar Hasan al-Bashri di atas, masih ada banyak faktor lain yang
mengantarkan kita kepada kepada kesimpulan Tadabbur, harus itu! Di antaranya,
Pertama, karena Allah berfirman,
“Maka apakah mereka tidak
memperhatikan al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Q.S. An-Nisa :
82)
Kedua,
karena kita manusia yang berakal. Manusia yang berakal yang tahu bahwa al-Quran
adalah pedoman hidupnya pasti berusaha untuk memahaminya dengan sebaik-baiknya.
Karena hanya dengan itulah ia akan mengerti pesan dari Allah dan petunjuk
dari-Nya yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari jika ia
mengharapkan al-Falah, kebahagiaan hidup dan di akhirat.
Imam
asy-Syaukani bertutur, “Tak mungkin al-Quran akan diamalkan oleh seseorang
tanpa metadabburinya terlebih dahulu”
Ketiga,
karena kita ingin mendapatkan sakinah dan rahmat dari Allah. Adalah Rasulullah
saw bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah dari rumah-ruah
Allah dalam rangka membaca dan tadarus Al-Quran kecuali mereka dianugerahi
ketenangan, diliputi rahmat, dikerumuni malaikat, dan di banggakan Allah di
hadapkan para malaikat.”
Siapa
diantara kita yang mengharapkan kesengsaraan hidup? Siapa pula yang tidak ingin
dikasihani oleh Allah. Nah, menurut hadist ini, keadaannya bisa kita raih
dengan membaca dan mengkaji (baca:mentadabburi) mukjizat Nabi yang abadi,
al-Quran yang suci.
Tak Harus Menunggu
Tadabbur
yang terbaik adalah membaca kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab di
akui oleh ulama ahlusunnah seperti Tafsir ath-Thabari, Tafsir al-Qurthubi, atau
yang paling ringkas namun memadai, Tafsiran Qur’anil Azhim yang terkenal dengan
tafsir Ibnu Katsir.Sayangnya kitab-kitab itu kebanyakan berbahasa Arab alias
belum banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tafsir Ibnu Katsir sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, meskipun ringkasannya. Bukankah tak ada
rotan akar pun jadi?
Baik
sekali jika kita bisa berbahasa Arab. Tetapi jika belum dan tidak ada kata
terlambat untuk mempelajari bahasa Arab mestinya kita mengejar kitab tafsir
yang sudah diterjemahkan itu walau sampai ke ujung negeri dengan biaya yang
relatif mahal, untuk selanjutnya kita nikmati apa yang disajikan disana.
Tentunya sambil mengupayakan belajara bahasa Arab. Sebab bagaimana pun,
penjelasan para mufassir akan benar-benar kita pahami dengan baik saat kita
membaca versi aslinya. Ada hal-hal yang tak dapat diterjemahkan dan hanya bisa
dirasakan. Wallahul musta’an Yuk, Kita sama-sama belajar... ^_^
By
(@destya11 in Twitter)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar