Rabu, 08 Januari 2014

Yang Terputus Dan Terhempas



Al-Quran adalah kalamullah. Mustahil bagi manusia membuat yang serupa. Al-Quran adalah tali Allah yang kuat. Barangsiapa yang berpegang teguh kepadanya niscaya selamat. Sebaliknya, yang berpaling akan binasa. Segala tali selainnya mudah putus, dan segala jalan selainnya buntu. Al-Quran adalah taman para ulama dan kebun orang-orang arif dalam kehidupan mereka.
Naasnya, diantara manusia banyak yang salah dalam memperlakukan mukjizat terbesar ini. Beragam dan bertingkat kekeliruan manusia terhadapnya, seperti itu pula ketersesatan dan kerusakannya.
Bagaimana Bisa Menolaknya
Sebagian manusia tidak yakin bahwa al-Quran diturunkan Allah. Disangkanya al-Quran itu karangan Muhammad saw saja yang tak mutlak kebenarannya. Mereka mengekor perkataan misionaris Nasrani, John Takly, “Al-Quran bukanlah sesuatu yang baru. Sedangkan yang baru di dalam Islam juga bukan sesuatu yang benar.”
Padahal, bagaimana mereka mengingkari al-Quran, sementara tak satu pun celah yang bisa di gunakan untuk membantahnya. Allah swt berfirman, “Tidaklah mungkin al-Quran ini dibuat oleh selain Allah, akan tetapi (al-Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Rabb semesta alam.” (Q.S. Yunus : 37)
Enggan dari Pintu Pertama
Membaca adalah pintu untuk memahami.Maka para salaf menjadikan membaca al-Quran sebagai kebiasaan hariannya. Dalam Minhajul Qashidin disebutkan, Utsman bin Affan pernah membaca Al-Quran (seluruhnya) dalam satu rakaat witirnya, sedangkan Imam asy-Syafii pernah mengkhatamkannya sebanyak enam puluh kali pada bulan Ramadhan. Ibnu Abba berkata , “Barang siapa waktunya longgar, hendaklah ia mempergunakan untuk membaca al-Quran, agar dia beruntung mendapatkan pahala yang banyak.”
Sedangkan di zaman ini, membaca al-Quran tak lagi di anggap penting. Dikalahkan membaca koran, novel, atau bacaan-bacaan
 lainnya. Juga oleh nyanyian. Padahal, apa yang bisa diambil dari nyanyian, kecuali kesia-siaan yang menyesatkan. Menurut Imam Ahmad dan Imam Malik, orang fasik saja yang memiliki kebiasaan demikian.
Kontradiksi lainnya, A-Quran dibaca hanya saat ada kematian saja atau peringatan yang berkaitan dengannya saja. Padahal al-Quran diturunkan sebagai petunjuk jalan kehidupan, sedang orang yang sudah mati tak bisa mengamalkannya.
Menutup Mata terhadap Makna
Tingkat selanjutnya adalah orang-orang yang sudah mau membaca al-Quran atau bahkan telah menjadikannya sebagai kebiasaan. Sungguh, yang demikian sudah merupakan amal yang sangat utama jika memang niatnya ikhlas karena Allah swt , Rasulullah bersabda,
“Orang yang pandai membaca Al-Quran itu akan bersama para Rasul yang mulia. Adapun orang yang lemah dan terlekat-lekat ketika membaca Al-Quran dan dia memang berkeinginan untuk membaca al-Quran dan dia memang berkeinginan untuk membaca al-Quran, maka dia berhak mendapat dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun tentunya, tuntutan sebenarnya tidak sampai disitu saja. Karena semua yang ada di dalam al-Quran mengandung keharusan untuk diamalkan. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala besar.” (Q.S. Al-Israa’ : 9)
Untuk itu landasan utamanya adalah pemahaman, dan di sinilah urgensi dari keharusan mentadaburi al-Quran. Para salaf yang shalih, setiap kali ini membaca ayat-ayat yang memberikan kabar gembira tentang surga, mereka menangis karena merindukannya. Dan jika membaca ayat-ayat yang mengingatkan tentang ayat-ayat yang mengingatkan tentang azab neraka, mereka ketakutan seakan-akan neraka Jahanam ada di antara telinga mereka. Itu semua tidak lain karena pemahaman yang mendalam terhadap apa yang dibacanya.
Sedangkan bagi orang yang membacanya al-Quran demi memenangi perlombaan atau tujuan duniawi lainnya, kebiasaan mereka tak lebih dari kebagusan suara dan lagu-lagunya, Tak sampai pada pemahaman kandungan ayat-ayat yang dibacanya, apalagi mengambil manfaat darinya. Bahkan boleh jadi, amal mereka justru bertentangan dengan al-Quran. Seperti lonceng yang bergantung di leher onta, bunyinya nyaring namun tidak menjadikan onta itu tambah berharga. Naudzubillah!

Meninggalkan Begitu Saja
Ada lagi orang yang telah membaca dan memahami kandungan Al-Quran, namun ia meninggalkannya begitu saja. Perintahnya ditinggalkan, larangannya justru dikerjakan. Semua kabar gembira dan ancaman, diabaikan begitu saja.
Mereka layaknya hamba yang menerima surat perintah dari tuannya, membaca dan memahaminya, lalu mengabaikannya. Merekalah hamba yang membangkang dan durhaka terhadap tuannya.
Menukar dengan Dunia
Ada pula golongan yang menyalahgunkan al-Quran. Al-Quran secara fisik diperlakukan sebagai jimat, atau ayat-ayatnya dipakai sebagai rajah. Sungguh demikian bisa menjerumuskan pelakunya kepada kesyirikan.
Yang lainnya pandai tentang Al-Quran namun menyeleweng. Di antara mereka bahkan menggunakan sebagian ayat demi mendukung kemungkaran dan memerangi kebenaran, membuat senang orang-orang kafir dan para pembantunya. Allah swt berfirman,
“ Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah adalah orang-orang yang kafir.” (Q.S. Al-Maidah : 44)
Begitulah alamat orang yang terhempas lantaran jauh dari pegangan, dan terputus dari kemuliaan lantaran menyalahgunakan. Wallahu a’alam bishshawab

By @destya11 in twitter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar