Sebuah
hal yang lumrah terjadi ketika berkumpul dengan orang banyak, memungkinkan
terjadinya gesekan antar pribadi. Rasa kesal, tidak cocok, atau tersinggung
oleh perilaku dan kata-kata orang sangat sering terjadi. Bahkan tidak jarang
meninggalkan “luka” yang dalam di hati. Membuat kita “mengambil jarak” dengan
orang tersebut. Atau malah menjauhinya.
Apakah
itu berarti telah terjadi kesalahan sehingga membuat kita malas, atau balik
tidak mau memaafkan. Jangankan memaafkan, yang melakukan kesalahan saja tidak
merasa bersalah, boro-boro minta maaf.
Perlu
disadari bahwa manusia di lahirkan dalam berbagai macam karakter dan sifat.
Belum lagi lingkungan, pendidikan, latar belakang sosial yang memungkinkan
terbentuknya keragaman kepribadian manusia. Nah, ketika pribadi-pribadi yang
berbeda itu saling berbenturan, sengaja atau tidak sengaja, apakah itu di
anggap sebagai sebuah kesalahan yang membuat kita enggan untuk memaafkan???
Tentu saja tidak. Kurang bijaksana kiranya jika keragaman-keragaman karakter
itu membuat kita menyalahkan orang lain kemudian enggan memaafkan.
Allah
berfirman, “ Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan
perintahnya-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah : 109)
“Tolaklah
kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang di antaramu dan
dia antara dia ada permusuhan seolah-olah telh menjadi teman setia,” (Q.S.
Fushilat : 34)
Baiklah,
tidak menutup kemungkinan ada kesalahan-kesalahan yang sering muncul dalam
hubungan manusia. Namun, tidak adil jika setiap gesekan yang bermula dari
perbedaan karakter dianggap sebagai kesalahan yang pantas di timpakan untuk
orang lain.
Diperlukan
kesabaran dan kelapangan hati untuk menerima, termasuk menyiram amarah dan
kecewa yang terlanjur muncul di dalam hati. Butuh proses untuk belajar memaafkan.
Ya, butuh kesabaran, terutama untuk belajar memaafkan.
“Tetapi
orang yangbersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu
termasuk hal-hal yang di utamakan,” (Q.S. Asy-Syura : 43)
Hal
paling ringan agar mudah memaafkan adalah memandang segala sesuatu secara
objektif, proposional. Jika kita terluka oleh kata-kata orang lain, maka bukan tidak
mungkin, tanpa kita sengaja, kata-kata kita pun telah menyinggung orang lain.
Jika kita kecewa dengan perlakuan orang lain, maka sudah seharusnya kita
berpikir ulang, mungkin ada pula perlakuan kita yang mengecewakan orang lain.
Dengan demikian apakah kita akan terus menyimpan rasa kecewa, sakit hati, kesal
atas “kesalahan-kesalahan” orang lain, dan tidak memaafkannya?? Kita patut
berhati-hati, jangan-janagn banyak orang yang kecewa, sakit hati, kesal atas
“kesalahan-kesalahan kita” dan sulit memaafkannya.
Nabi
saw bersabda : “Tidaklah Allah menambahkan bagi seorang hamba karena memaafkan
kecuali kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan hati (tawadhu) secara
tulus karena Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Bukhari).
Semoga
kita menjadi pribadi yang mudah memaafkan. Amin. J
by : @destya11 (in twitter)
by : @destya11 (in twitter)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar