Sabtu, 28 Desember 2013

Kekuatan Pikiran

Mungkin,kita pernah atau sering merasa kecewa dan menyesal terhadap apa yang telah kita lakukan. Baik karena perbuatan itu sebuah dosa dan maksiat, atau sebuah kebiasaan buruk yang sejujurnya ingin kita hilangkan. Namun setiap kalinya, hal itu terus terulang, dan kita terus merasa kecewa dan bersalah.
Pernahkah kita ingin berhenti merokok, makan berlebihan, menggigit jari-jari kuku, menunda pekerjaan atau mengulang pekerjaan atau mengulang perbuatan-perbuatan lainnya yang ingin kita hentikan? Alih-alih berhenti, keinginan untuk melakukannya mungkin malah semakit menguat.
Bukankah ketika berada dalam ruangan yang penuh orang asing, kita merokok untuk mengusir kegelisahan? Atau saat kita merasa stress, keinginan untuk makan banyak, mungkin berlemak manis, menjadi sulit di tolak? Demikian pula hal-hal lain yang terus berulang itu.
Sebenarnya, tidak ada manusia yang terlahir dengan kondisi seperti ini, memiliki begitu banyak kebiasaan buruk atau tidak efektif. Sebagaimana keahlian lain yang kita pelajari dalam masa pertumbuhan seperti berbicara, makan dan berjalan, kebiasaan-kebiasaan buruk juga kita pelajari dengan mengamati dan meniru orang lain karena terlihat bagus dan baik. Sehingga kita merasa senang,tenang dan nyaman saat mengulanginya.
Dalam perkembangnnya, kebiasaan-kebiasaan yang sudah terbentuk, baik maupun buruk, mengulang akan terus dipraktikkan meski alasan untuk melakukan tidak ada lagi. Bahkan ketika tidak ada lagi model untuk ditiru dan mengajak melakukannya, atau ketika ia tidak lagi mendatangkan perasaan nyaman.
Memang, saat melakukannya dulu, kita mendapatkan rasa nyaman dan tenang. Dan itu terekama dengan baik sebagai informasi di dalam otak kita. Sehingga setiap kali kita menghadapi situasi yang sama, otak kita menyarankan dan mendorong kita untuk melakukan tindakan-tindakan yang familiar bagi kita. Otak menginformasikan bahwa tindakan-tindakan itulah yang terbaik untuk dilakukan guna mengurangi ketidaknyamanan.
Pertanyaannya sekarang adalah, Bagaimana cara mengatasinya?
Jawabnya (InsyaAllah), menggunakan kekuatan otak kita. Berpikir dengan cara berbeda dan merasakan hasilnya.
Marilah kita perhatikan, kebiasaan-kebiasaan buruk kita yang selalu berulang, sebenarnya karena kita tidak pernah (bersungguh-sungguh) ingin merubahnya. Kita bahkan tidak mencoba merubah cara kita berpikir tentang hal itu. Sehingga kalau tindakan-tindakan yang kita lakukan selalu sama, bagaimana hasilnya akan berbeda? Kita bisa berubah, hanya tidak tahu caranya.
Padahal jika kita berpikir dengan cara berbeda, hasil yang akan kita dapatkan juga akan berbeda, sebab tindakan-tindakan yang kita pilihkan berbeda. Faktanya, cara kita berpikir akan menentukan cara kita berkomunikasi dengan pihak lain dan bertindak. Perbedaan pola pikir akan menyebabkan perbedaan  tindakan-tindakan yang diambil, sehingga hasil yang akan didapatkan juga berbeda.
Mungkin kita belum tahu bahwa otak kita memiliki kekuatan dasyat yang bisa di manfaatkan untuk merubah kehidupan kita. Penelitian para ahli malah menunjukkan bahwa 96 % kekuatan otak ini masih di abaikan. Artinya, potensi otak manusia yang pernah di teliliti terpakai hanya sekitar 4 % saja.
Kekuatan otak ini ada dua, kekuatan berilmu dan kekuatan berkehendak. Dua kekuatan yang seharusnya kita manfaatkan, bukan sekedar kita ketahui. Yang pertama kekuatan berpikir, kekuatannya tergantung pada informasi (ilmu) yang masuk, pengalaman dan cara berpikir. Sedang kekuatan berkendak tergantung pada yakin, sabar dan keteguhan memegang prinsip.
Artinya, semakin sedikit ilmu yang kita miliki, berarti semakin sedikit kemungkinan kita menyadari kesalahan yang kita lakukan. Bukankah kesadaran akan kesalahan dari kebiasaan-kebiasaan buruk kita itu, karena ilmu yang kita dapatkan belakangan bahwa semua itu memang buruk adanya? Sedang mereka yang tidak berpendapat hal-hal itu sebagai sesuatu yang buruk tentu saja tidak akan merubahnya. Maka setiap kali kita berhenti mencari ilmu dan menggali informasi, berhenti pula kekuatan otak kita menyodorkan pilihan yang lain di luar kebiasaan kita.
Demikian juga, semakin sedikit pengalaman kebaikan yang kita dapatkan selama masa pertumbuhan, semakin berat perjuangan yang kita butuhkan untuk berubah. Bukankah kita sering gagal merasakan manisnya ibadah, semisal shalat dan qiraatul Qur’an karena terlanjur dengan senda gurau dan permainan?
Setelah pilihan berubah di tetapkan, tugas selanjutnya adalah mempertebal keyakinan, keteguhan dan kesabaran. Sebab seringkali perubahan itu membutuhkan waktu yang lama, menemukan hambatan yang tidak sedikit dan pilihan yang tidak populer.
Kesabaran kita perlukan karena waktu yang dibutuhkan untuk berubah seringkali lama. Keyakinan kita butuhkan guna mengatasi berbagai hambatan yang muncul, utamanya perasaan tidak nyaman yang muncul dalam diri kita karena memulai kebiasaan-kebiasaan baru.
Sedang keteguhan kita perlukan guna mengatasi komentar orang lain yang tidak mendukung perubahan itu, juga karena ia bukan pilihan yang populer. Bukankah hanya ikan mati yang berenang mengikuti arus?
Langkah selanjutnya segera memulai perubahan itu. Kita harus yakin bahwa hidup kita akan berubah jika kita berubah, bukan saat orang lain yang berubah. Berpikir positif bahwa kita mampu jika kita memang ingin berubah harus kita tanamkan kuat-kuat. Sebab berpikir negatif dan pesimis hakikatnya adalah sabotase terhadap diri kita sendiri.
Jangan lupa, kekuatan berdo’a kepada Allah sebagai modal besar perubahan itu. Bukankah hanya ridha-Nya yang kita inginkan? Bahkan kesadaran berubah itupun muncul saat kita menyadari ada terlalu banyak hal tidak Dia ridhai dalam kehidupan kita, yang karenanya kita ingin berubah? Kita yakin, Dia pasti menolong hambanya-Nya yang bermujahan di jalan-Nya. Bismillah, mari kita coba!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar