Adakah
kebenaran bisa di tolakkan, bahkan setelah semua bukti-bukti pendukungnya hadir
tak terbantahkan? Sufyan bin Uyaniyah menjawab : Bisa. Mungkin karena hawa
nafsu, atau mungkin karena kesombongan. Bukankah tidak ada pembuktian sejelas
dan segamblang bayan para nabi dan rasul? Lewat lisan mereka, kebenaran
dibentangkan di hadapan manusia seterang mentari kemarau di siang hari.
Jelasnya mengalahkan semua logika penolakan. Panasnya membakar semua keraguan.
Tapi
ini adalah tentang kalbu yang berpenyakit. Yang keliru niat karena keruh oleh
kotoran-kotorannya yang mengerak, ujub, iri, dengki, riya’. Menjadikannya gagal
mengenali hakikat diri dan gagal mendudukkannya dengan tepat. Bashirahnya
menumpul, pikirannya membeku, dan dadanya membusung.
Bermula
dari kagum terhadap diri sendiri, merasa besar dan pintar, hebat, dan kuat,
kemudian meremehkan manusia yang lain dan menolak al-haq (kebenaran).
Manusia-manusia sombong merasa, merekalah standar kebenaran dan keadilan.
Apalagi jika al-haq itu, menurutnya menyinggung harga diri, merendahkan
martabat dan merugikan dunia. Maka, berpaling dan ingkar adalah sebuag
keniscayaan. Mereka tolak al- haq dengan rasio terbatas, analog ngawur,
perasaan yang salah atau kepentingan politik.
Apa
makna kebenaran bagi manusia-manusia ‘hebat’ ini, jik hukum Allah bisa di lawan
dan ajaran rasul bisa di dustakan? Malah, ketika itulah mereka merasa telah
menjadi besar dan istimewa! Bukankah mereka adalah sentral kebenaran itu
sendiri? Mereka terkena sidrom megalomania! Maka mereka seperti nerakan yang
bangga karena berpenghuni manusia-manusia sombong. Atau sperti iblis yang
menolak taat kepada Allah. Ketundukan kepada hukum Allah dan ajaran Rasulullah
adalah tabu dan perbuatan memalukan. Astagfirullah!
Masihkah
penjelasan berguna lagi, jika bagi mereka semua itu tidak pernah ada? Mereka
pun gagal bertawadhu’, sebab ruh tawadhu’ adalah penerimaan dan ketundukan
kepada al – haq. Maka surga menjadi haram bagi mereka, sebab ia adalah negeri
para penyambut dakwah nabi. Bukankh Rasulullah pernah menyatakan, bahwa tidak
akan masuk surga, manusia yang memiliki kesombongan di hatinya meski sebesar
biji saw? Naudzu billahi min zalik.
Jika
mereka merasa terhormat, mulia dan bebas karena penolakan kepada al-haq, maka
mereka salah. Salah besar! Mereka telah menempuh jalan yang salah,dan karena
itu yakinlah mereka tidak akan pernah mencapainya, meski puji-puji sesama
manusia sombong meninggi dan sebutan mereka harum mewangi. Untuk mereka, Allah
telah berfirman, “ Aku akan memalingkan orang-orang yang sombong di muka bumi
tanpa alasan yang benar dari ayat-ayat-Ku”
Itulah
tipuan dan jebakan setan. Ibrahim bin Syaiban pernah berkata, “ Kehormatan ada
dalam tawadhu, kemudian ada dalam takwa, sedang kebebasan ada dalam qanaah.”
Maka mencari kehormatan dan kemuliaan dari kesombongan, adalah seperti mencari
air dalam api, MUSTAHIL ada!!! Wallahualam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar