Kamis, 26 Desember 2013

Mencari Air Dalam Api

Adakah kebenaran bisa di tolakkan, bahkan setelah semua bukti-bukti pendukungnya hadir tak terbantahkan? Sufyan bin Uyaniyah menjawab : Bisa. Mungkin karena hawa nafsu, atau mungkin karena kesombongan. Bukankah tidak ada pembuktian sejelas dan segamblang bayan para nabi dan rasul? Lewat lisan mereka, kebenaran dibentangkan di hadapan manusia seterang mentari kemarau di siang hari. Jelasnya mengalahkan semua logika penolakan. Panasnya membakar semua keraguan.
Tapi ini adalah tentang kalbu yang berpenyakit. Yang keliru niat karena keruh oleh kotoran-kotorannya yang mengerak, ujub, iri, dengki, riya’. Menjadikannya gagal mengenali hakikat diri dan gagal mendudukkannya dengan tepat. Bashirahnya menumpul, pikirannya membeku, dan dadanya membusung.
Bermula dari kagum terhadap diri sendiri, merasa besar dan pintar, hebat, dan kuat, kemudian meremehkan manusia yang lain dan menolak al-haq (kebenaran). Manusia-manusia sombong merasa, merekalah standar kebenaran dan keadilan. Apalagi jika al-haq itu, menurutnya menyinggung harga diri, merendahkan martabat dan merugikan dunia. Maka, berpaling dan ingkar adalah sebuag keniscayaan. Mereka tolak al- haq dengan rasio terbatas, analog ngawur, perasaan yang salah atau kepentingan politik.
Apa makna kebenaran bagi manusia-manusia ‘hebat’ ini, jik hukum Allah bisa di lawan dan ajaran rasul bisa di dustakan? Malah, ketika itulah mereka merasa telah menjadi besar dan istimewa! Bukankah mereka adalah sentral kebenaran itu sendiri? Mereka terkena sidrom megalomania! Maka mereka seperti nerakan yang bangga karena berpenghuni manusia-manusia sombong. Atau sperti iblis yang menolak taat kepada Allah. Ketundukan kepada hukum Allah dan ajaran Rasulullah adalah tabu dan perbuatan memalukan. Astagfirullah!
Masihkah penjelasan berguna lagi, jika bagi mereka semua itu tidak pernah ada? Mereka pun gagal bertawadhu’, sebab ruh tawadhu’ adalah penerimaan dan ketundukan kepada al – haq. Maka surga menjadi haram bagi mereka, sebab ia adalah negeri para penyambut dakwah nabi. Bukankh Rasulullah pernah menyatakan, bahwa tidak akan masuk surga, manusia yang memiliki kesombongan di hatinya meski sebesar biji saw? Naudzu billahi min zalik.
Jika mereka merasa terhormat, mulia dan bebas karena penolakan kepada al-haq, maka mereka salah. Salah besar! Mereka telah menempuh jalan yang salah,dan karena itu yakinlah mereka tidak akan pernah mencapainya, meski puji-puji sesama manusia sombong meninggi dan sebutan mereka harum mewangi. Untuk mereka, Allah telah berfirman, “ Aku akan memalingkan orang-orang yang sombong di muka bumi tanpa alasan yang benar dari ayat-ayat-Ku”
Itulah tipuan dan jebakan setan. Ibrahim bin Syaiban pernah berkata, “ Kehormatan ada dalam tawadhu, kemudian ada dalam takwa, sedang kebebasan ada dalam qanaah.” Maka mencari kehormatan dan kemuliaan dari kesombongan, adalah seperti mencari air dalam api, MUSTAHIL ada!!! Wallahualam...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar