Bagaimanapun,
mutiara tetaplah indah, sutra tetaplah halus, madu tetaplah manis dan misik
tetaplah wangi. Kecuali kita menimbunnya dengan lumpur, menyentuhnya dengan
jemari lumpuh, meminumnya dengan racun, atau mencampurnya dengan bau bangkai.
Seperti
itulah kebaikan. Seperti namanya, ia akan memberikan sejuta manfaat bagi siapa
saja yang menemuinya. Karena ia adalah pohon yang seketika berbuah. Kilaunya
yang indah, sentuhannya yang halus, rasanya yang sedap, dan aromanya yang
wangi, menentramkan perasaan, menenangkan pikiran, melapangkan dada dan
mendamaikan hati. Dan yang pertama kali merasakannya adalah yang melakukannya.
Itu berarti kita, saya dan anda atau mereka yang ada di sana.
Maka,
inilah saatnya berbagi. Memberi sedekah kepada si miskin, menolong yang
teraniaya, meringankan beban yang menderita, memberi makan orang yang lapar,
menjenguk yang sakit, membantu yang membutuhkan dan memohobkan ampun bagi para
pendosa. Terutama saat kita di landa resah gelisah! Berbuat kebaikan kepada
sesama adalah pencerahan jiwa, yang tidak akan pernah kita sesali.
Ya,
Karena kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupan
ini. Kita harus mengekspresikan ‘jiwa sosial’ itu secara benar. Dan untuk itu
kita harus selektif memilih. Tidak semua bentuk interaksi terpuji dan di
ridhai, sebab ada pula bentuk interaksi yang di murkai. Hanya membuahkan dosa
dan permusuhan.
Karena
itulah islam mengarahkan kaum Muslimin agar secara selektif berta’wun dalam
kebaikan dan ketakwaan, berpadu dan menyatukan barisan. Semua itu, selain
bentuk penyaluran peran sosial, juga adalah bentuk penanaman rasa cinta kepada
sesama dengan benar. Kemudian mendahulukan kepentingan mereka di atas
kepentingan pribadi dan cinta sendiri.
Maka,
kita tidak heran pada penelitian Sigerman pada 1997, yang menemukan, bahwa
berinteraksi dengan komunitas terbesar dapat meningkatkan kebahagiaan manusia
hingga 30 %. Sedang dalam penelitian lain di temukan, individu bersosial secara
terbuka, cenderung lebih puas dalam hidupnya sekitar 24 % di banding yang tidak
berbuat demikian. Sementara Rasul menyebutkan bahwa kebaikan adalah penentraman
jiwa.
Pola-pola
interaksi sosial yang sehat seperti inilah yang akan melemahkan emosi marah,
benci, permusuhan, dan kezhaliman. Di samping bentuk-bentuk pencarian
kebahagian inderawi semata, yang semu dan individualistik, karena menjauh dari
Allah dan melawan fitrah. Menghilangkan perasaan terpencil dan tertolak yang
sangat menyesakkan dada dan membebani pikiran. Menggantikannya dengan pola-pola
kasih sayang, cinta, pengorbanana, dan kesetiaan. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar