Kamis, 26 Desember 2013

Saatnya Berbagi


Bagaimanapun, mutiara tetaplah indah, sutra tetaplah halus, madu tetaplah manis dan misik tetaplah wangi. Kecuali kita menimbunnya dengan lumpur, menyentuhnya dengan jemari lumpuh, meminumnya dengan racun, atau mencampurnya dengan bau bangkai.
Seperti itulah kebaikan. Seperti namanya, ia akan memberikan sejuta manfaat bagi siapa saja yang menemuinya. Karena ia adalah pohon yang seketika berbuah. Kilaunya yang indah, sentuhannya yang halus, rasanya yang sedap, dan aromanya yang wangi, menentramkan perasaan, menenangkan pikiran, melapangkan dada dan mendamaikan hati. Dan yang pertama kali merasakannya adalah yang melakukannya. Itu berarti kita, saya dan anda atau mereka yang ada di sana.
Maka, inilah saatnya berbagi. Memberi sedekah kepada si miskin, menolong yang teraniaya, meringankan beban yang menderita, memberi makan orang yang lapar, menjenguk yang sakit, membantu yang membutuhkan dan memohobkan ampun bagi para pendosa. Terutama saat kita di landa resah gelisah! Berbuat kebaikan kepada sesama adalah pencerahan jiwa, yang tidak akan pernah kita sesali.
Ya, Karena kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupan ini. Kita harus mengekspresikan ‘jiwa sosial’ itu secara benar. Dan untuk itu kita harus selektif memilih. Tidak semua bentuk interaksi terpuji dan di ridhai, sebab ada pula bentuk interaksi yang di murkai. Hanya membuahkan dosa dan permusuhan.
Karena itulah islam mengarahkan kaum Muslimin agar secara selektif berta’wun dalam kebaikan dan ketakwaan, berpadu dan menyatukan barisan. Semua itu, selain bentuk penyaluran peran sosial, juga adalah bentuk penanaman rasa cinta kepada sesama dengan benar. Kemudian mendahulukan kepentingan mereka di atas kepentingan pribadi dan cinta sendiri.
Maka, kita tidak heran pada penelitian Sigerman pada 1997, yang menemukan, bahwa berinteraksi dengan komunitas terbesar dapat meningkatkan kebahagiaan manusia hingga 30 %. Sedang dalam penelitian lain di temukan, individu bersosial secara terbuka, cenderung lebih puas dalam hidupnya sekitar 24 % di banding yang tidak berbuat demikian. Sementara Rasul menyebutkan bahwa kebaikan adalah penentraman jiwa.
Pola-pola interaksi sosial yang sehat seperti inilah yang akan melemahkan emosi marah, benci, permusuhan, dan kezhaliman. Di samping bentuk-bentuk pencarian kebahagian inderawi semata, yang semu dan individualistik, karena menjauh dari Allah dan melawan fitrah. Menghilangkan perasaan terpencil dan tertolak yang sangat menyesakkan dada dan membebani pikiran. Menggantikannya dengan pola-pola kasih sayang, cinta, pengorbanana, dan kesetiaan. J


Tidak ada komentar:

Posting Komentar