Rabu, 25 Desember 2013

Menumbuhkan Motivasi

Kita mengenal istilah al-himmah al ‘aaliyah (cita-cita tinggi) sebagai hal yang bisa menjadi motivator seorang untuk berbuat. Muhammad bin Ibrahim al-Hamd menjelaskan tetang al-himmah al-‘aaliyah sebagai niat yang jujur, tekad yang bulat lagi tinggi, dan keinginan yang mantap untuk memiliki sifat-sifat utama dan bebas dari sifat-sifat yang rendah. Didalam Al –Quran, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum, sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri meraka,” (Q.S. Ar- R’du :11). Sedang Rasulullah saw bersabda. “Ilmu itu di petoleh dengan belajar, dan kesantunan itu diperoleh dengan belajar santun. Barangsiapa yang mencari kebaikan, dia akan meraihnya. Dan barangsiapa memelihara dirinya dari keburukan, maka dia akan terpelihara.” (HR. Al Khatib)
Pentingnya Al Himmah al- ‘Aaliyah
Islam mencela manusia yaang rendah cita-cita hidupnya. Bodoh, bermalas-malasan di dunia, suka mengerjakan hal-hal yang remeh, tidak punya tujuan  hidup selain menurutkan hawa nafus, mementingka penampilan dan kecukupan bagi diri sendir, serta tidak peduli penderitaan orang lain.
Hatim at-Tha’i pernah bersyair : Allah mencela orang yag miskin yag cita-cita dan kemauan hidupnya sekedar pakaian dan kemauan hidupnya sekedar pakaian dan makanan dia melihat kelaparan sebagi penderitaan. Jika merasa kenyang, hatinya tidur pulas karena sedikit kemauannya.
Karena sesungguhnya, nilai manusia adalah hasil karyanya dalam hidupnya. Dan setiap manusia memiliki modal dan kesempatan yangs ama untuk berkarya. Kemudian masig-masing dari merekalah yang akan membentuknya menurut keinginan mareka sendiri-sendiri. Artinya, menjadi seorang yang memiliki akhlak luhur dan mulia serta berjiawa besar, menghabiskan waktu yang sama dengan mereka yang berakhlak buruk, terhina dan berjiwa kerdil. Semuanya berawal dari kemauan dan cita-cita yang tinggi. Hal yang bisa memotivasi seseorang dengan cambuk celaan saat dilanda kemalasan, menghalanginya untuk databg ke tempat-tempat hina, tidak menghindari kemuliaan serta mengarahkan seluruh tujuan hidupnya menuju puncak kemuliaan. Memenejer waktu dan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Bukankah banyak manusia yang tenggelam dalam nikmat sempat dan sehat? Juga, bukankah siapa yang menanam akan mengetam?
Bahwa menjadi manusia mulia yang bercita-cita tinggi akan menjalani kehidupan yang lebih sulit dan berat, serta penuh kepenatan tidak bisa dipungkiri. Namun, ibarat pahit yang menyembuhkan, segalanya kesulitan yang menghadang justru menjadikan hidup lebih dinmis, dan ampuh mengusir rasa bosan, gelisah, dan keluh kesah.
Ahmad Syauqi bersyair, Burung terbang dengan sayapnya, sedang manusia terbang dengan kemauannya.
Cara mencapainya.
Awalnya adalah Iman, utamanya kepada kehidupan akhirat. Ia akan menjadi bara apai yang menyala-nyala dalam hati manusia. Menggiringnya menuju pintu-pintu kebajiaka dan kemuliaan. Saat iman ini hilang melemah tau hilang, manusia tidak lagi peduli untuk meraihnya. Hilanglah berkah umur, ilmu, dan amal, karena hanya berorientasi kepada dunia.
Bagi seorang mukmin, imanlah yang akan menghantarkannya pada keinginan mendapatkan ridha Allah dan masuk surga. Keinginan tertinggi yang tidak ada pesaingnya. Sebab dunia – betapun manisnya – tidak berarti jika di bandingkan akhirat.Sehingga harus mengejar dunia, semuanya adalah wasilah (sarana) untuk menggapai kepentingan akhirat.
Mengetahui manfaat bermujadah meraih cita-cita yang tinggi adalah langkah berikutnya. Allah berfirman, “ Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya. Dan sungguh merugilah orang yang mengotori.” (Q.S. As- Syam : 9 -10), Ibnul Qayyim mengataan bahwa hal yang menyibukkan manusia adalah apa yang dianggapnya mulia dan bermanfaat. Maka barangsiapa gagal mengenali manfaatnya mangejar kemuliaan hidup, tentu gagal juga hidupnya. Dia hina, dan bahkan lebih hina memnjam istilah Al Quran dari binatag.
Selanjutnya adalah menentukan prioritas amal. Sebab bagaimanapun banyaknya pilihan dalam hidup tidak banyak kesempatan dan kemampuan yang kita miliki. Menegtahui prioritas amal akan memandu kita memilih amalan yang tepat dan tahapan mencapainya. Juga piliha-pilihan amal yang rasional sesuai kesanggupan. Ibnu Umar berkata, “Kami dilarang Rasulullah melakukan sesuatu di luar kesanggupannya.”
Iman kepada takdir secara proposional akan membangkitkan kemuliaan, harga diri, keberanian, kesabaran, dan berusaha menghadapi kesulitan. Ia akan mengharuskan  seorang hamba berusaha sekuat tenaga meruah realitas yang dihadapi, karena dia harus berbuat untuk merubahnya, serta tidak akan menyesaliapa yang telah lewat.
Rasulullah saw  bersabda, “Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Dan segala hal kebaikan di dalamnya. Maka perhatikan apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah bersikap lemah. Jika ada sesuatu menimpamu, janganlah berkata. ‘sekiranya aku melakukannya niscaya akan begini dan begitu’ Tapi katakankanlah, ‘itu dikehendaki Allah, dan apa yang di kehendaki-Nya pasti terjadi’” (HR. Muslim). Sehingga berargumen dengan takdir hanya diizinkan saat menghadapi musibah dan tidak diizinkan di luar itu.
Membaca kisah-kisah keteladana juga memberi banyak manfaat. Umat islam sepanjang sejarahnya tidak pernah sunyi dari tokoh-tokoh besar dan agung yang mencengangkan. Baik itu di bidang ilmu pengetahuan dan ibadah, jihad dan dakwah, pengorbanan dan kedermawanan, maupun bidang-bidang yang lain.
Kalau perlu kita bisa memilih kisah-kisah yang bukan kisah para nabi, agar kita tidak berkata, ‘mereka adalah manusia yang mendapat bimbingan Allah’. Juga bukan kisah para sahabat agar tidak mengatakan,’mereka terdidik oleh pendidik agung agung. Rasulullah saw. Kisah manusia biasa yang tertulis dengan tinta emas sejarah akan memberikan inspirasi kepada kita untuk  meneladani dan mengikuti jejak mereka.
Kurangi Makan dan Tidur.
Banyak makan dan tidur akan melemahkan jiwa, mengajak berbuat maksiat dan malas mengerjakan taat. Umar bin Khathtab berkata, “Barangsiapa banyak makannya, maka dia tidak akan menemukan kelezatan dalam berzikir kepadaAllah.” Beliau juga berkata,”Barangsiapa yang banyak tidur, maka dia akan mendapatkan keberkahan dalam umur”.
Ibnul Qayyim menambahkan, “Jika nafsu merasakan kenyang, maka ia bergerak, berguncang dan mengitari pintu-pintu syahwat. Sedang jika lapar, maka ia akan tenag, khusyu’ dan tunduk.” Menurut Luqman Hakim, kekenyangan akan membuat pikiran tertidur, hikmah menjadi bisu dan tubuh malas beribadah.
Belajar melawan nafsu adalah langkah berikutnya. Karena secara umum, nafsu berjalan menyelisihi kebenaran dan keutamaan. Ibnul Qayyim berkata,”Antara anda dengan orang-orang sukses ada bukit dan hawa nafsu. Mereka turun di belakangnya. Maka pendekkanlah masa singgah, niscaya anda akan sampai pada mereka.”
Berikutnya adalah mencari lingkungan yang memberi kesempatan berkembang berupa penghargaan kepada kemuliaan dan ketakwaan, adanya keteladanan dan motivator untuk malu jika rendah dan hina, serta terpacu  memperbaiki diri. Dalam hal ini kita harus berpaling dari orang-orang bodoh yang bisa mempengaruhi dan meracuni pikiran.
Manfaatkan Setiap Peluang
Peluang adalah kesempatan berharga yang harus dimanfaatkan. Banyak peluang yang hanya dataang sekali dalam hidup. Jika ia hilang, tidak dapat lagi digantikan. Memanfaatkan setip peluang yang ada menandakan kesungguhan dan keseriusan seseorang dalam mencapaai keinginannya.
Faktor yang juga penting adalah keberanian merubah kebiasaan buruk dan tidak efektif. Sebab banyak keinginan yang terkendala kebiasaan-kebiasaan yang tidak menunjang. Untuk itu jangan lupa selalu berdo’a kepada Allah yang memudahkan setiap kesulitan dan menguatkan setiap kelemahan. Bukankah kita pernah berdo’a agar di jadikan sebagai imamnya hamba-hamba yang bertaqwa.
Mari kita lihat kesungguhan manusia penghamba dunia yang telah bersungguh-sungguh mengejarnya, agar kita bisa memahami ucapan Imam as-Syaukani, “Jika demikian keadaan (Semangat) mereka dalam urusan-urusan duniawi yang cepat hilang dan mudah lenyap, maka bagaimana tidak demikian tuntutan orang-orang yang menuju kepada suatu yang lebih mulia, lebih luhur, lebih penting, lebig menilai, lebih bermanfaar dan lebih berfaidah?”
Kesimpulan

Benarlah hikmah yang mengatakan agar kita bercita-cita smpai kebulan, sebab jika meleset, paling tidak kita masih akan mendarat di awan. Sekali lagi, nilai kita adalah prestasi yang kita persembahkan bagi Allah dan sesama. Semoga kita bisa menjadi manusi yang bernilai. Wallahualam. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar