Rabu, 25 Desember 2013

Kelapangan Hidup

Dalamnya laut bisa di duga, luasnya angkasa bisa di terka. Namun, siapa yang tahu dalam dan luasnya dada manusia? Ia bisa menyempit saat berpaling dari Allah. Baik dari agama-Nya, dari mengamalkan ajaran-ajaran-Nya. Kemudian menyesakkan pemilik-Nya hingga sulit bernapas. Hingga hidup berubah menjadi siksaan dalam setiap tarikan nafas. Tapi ia juga bisa meluas melebihi samudra.
Iman kepada Allah kemudian mentauhid-Nya adalah sebab pertama. Dalam kebeningan dan kesuciannya, ia melapangkan dada. Bahkan hingga melebihi dunia seisinya. Iman, sebagaimanan sabda Rasulullah saw kepada Amru bin ‘Abasah, adalah sabar dan lapang dad. Sedang yang paling afdhal dari adalah kebaikan akhlak.
Dunia sejatinya hanya tempat persinggahan. Tempat menyelesaikan perbekalan, dan bukanlah tempat tinggal yang hakiki karena akan di tinggalkan. Bukankah manusia sebenarnya adalah musafir? Imanlah yang mengajari begitu.
Maka perolehan dunua dalam sedikitnya, dalam susah senangnya, dalam ringan beratnya adalah kelapangan bagi hamba beriman. Seluruhnya adalah kesempatan mengumpulkan bekal. Menggapai ridha Allah. Kelapangan bukanlah saat menyombongkan diri. Sedang kesempitan bukanlah saat marah kepada takdir Allah. Kemudian muaranya adalah kelalaian akan perjalanan.
Dengan seluruh keadaannya, seorang mukmin mencahayakan kalbunya dengan amal shalih. Dia tetaplah dermawan, murah hati, pemurah, malu, tawadh’, sabar, tidak mengganggu orang lain, pemaaf, ringan tangan, ringan hati, dan wajahnya berseri-seri. Dia membawa seluruh ambisinya ke satu arah saja. Yakni bertemu Allah, bahagia di akhirat dan damai di sisi-Nya. Seperti firman Allah dalam surat al-Jin ayat 16, “Dan bahwanya : jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).”
Baginya, mendendam kepada dunia, diri sendiri, orang lain maupun Allah adalah perbuatan sia-sia yang menguras energi. Karena dia harus membayar dendamnya dengan hati, daging, darah, perasaan, kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaanya. Hingga ia terasa sesak.
Hamba yang lapang dadanya, menjalani hidup tanpa keluh kesah karena kehinaan dunia. Tanpa persaingan kotor demi meraih kejayaan semunya. Dia sibuk dengan kebaikannya, sedang perolehan orang lain bagnya adalah seperti ungkapan al – Hasan, “ Dia mempunyai  urusan, sedang manusia lain, mempunyai urusan lain.”

Karena dia tidak pernah tahu apa yang terjadi besok, seluruh waktu terlalu sayang disia-siakan. Sesungguhnya, alangkah lapangnya hidup ini sebenarnya! (Wallahua A’lam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar