Sabtu, 28 Desember 2013

Suara Dari Kuburan

Hidup adalah untuk beribadah, kita mengerti itu. Kepada Allah saja, tanpa bagi ‘apa atau siapa’ selain-Nya. Sebab dia Esa yang tidak membutuhkan sekutu dalam segala hal. Dia berfirman, “Aku tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa melakukan sebuah amalan dengan mempersekutukan selain-Ku padanya, maka amalan itu bagi yang dia persekutukan. Dan Aku berlepas diri daripadanya.” (Hadis Qudsi Ibnu Majah : 4192)
Maka kemudian Dia wajibkan ke keikhlasan sebagai syarat penerimaan amal shalih. Dia inginkan ketaatan dan ketudukan kita yang bersih dan murni. Terbebas dari semua kotoran dan tendensi pembelok arah penghambaan. Dia akan melihat siapa di antara kita yang benar-benar ingin menyembah-Nya. Mempersembahkan amalan terbaik yang paling benar dan paling ikhlas.
Namun, sungguh sulit nian! Sebab tidak ada amalan tanpa niat. Sedang setiap kita ingin, sedang dan telah bertaubat, batin kita selalu berperang. Lezatnya puja-puji, penghargaan- meski sekedar ucapan terimakasih dan penerimaan manusia, sering melenakan kita untuk tergesa mencari hasil dalam beramal. Kemudian kita melakukan amalam riya’ sebab merindu kekuasaan, kedudukan dan harta. Sedang hati kita masih saja penuh penyakit. Terseok-seok memayahkan diri di dunia, sedang akhirat menyediakan siksa.
Alangkah beratnya! Sebab, seperti nasihat Utsman bin ‘Affan, Ikhlas adalah melihat penglihatan Allah dan bukan yang lain. Sedang Allah melihat hati kita, bukan penampilan dan wujud fisik yang menawan. Fudhail bin Iyadh berkata, “Sesungguhnya, yang diinginkan Allah darimu adalah niat dan keinginanmu. “ Sahl bin Abdillah at-Tasturi menyebut ikhlas sebagai amalan yang paling berat. Alasannya, sebab hati tidak mendapatkan bagian.
Ikhlas adalah jalan keselamatan, pembebas hati dari ibadah ritual yang memenjarakan fisik, sebab ia adalahnya ruhnya. Bukankah banyak yang berpuasa dan shalat malam fisik mereka, namun tidak beroleh apa-apa selain lapar, dahaga dan berjaga-jaga? Atau darah-darah dan daging binatang korban yang tidak sampai kepada Allah, meski manusia banyak berdecak menyaksikannya? Sebab yang akan sampai adalah takwa kita, sedang takwa ada di dalam hati!
Hamba yang mengharap ridha Allah, akan melihat manusia lain seperti penghuni kubur yang tidak memberi manfaat dan madharat. Suara-suara mereka kalaulah ada meskinya tidak menakutkan, sehingga mempengaruhi niat awal hamba saat berbuat. Suara-suara yang mungkin menggemakan kebencian. Namun, bukankah Allah telah berfirman, “ Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya,” (Q.S. Al-Mukmin : 14)

Sungguh, keikhlasan adalah rahmad Allah bagi hamba pilihan. Persoalannya, siapa yang akan menyambutnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar